Kultum : Keistimewaan Jum'at

| Friday, September 27, 2013
Assalamu'alaikum.wr.wb 

Hari Jum’at adalah sayyidul ayyam. Artinya Jum’at mempunyai keistemewaan dibandingkan
hari lain. Jika nama-nama hari yang lain menunjukkan urutan angka (ahad artinya hari pertama,
itsnain atau senin adalah hari kedua, tsulatsa atau selasa adalah hari ketiga, arbi’a atau Rabu
adalah hari keempat dan khamis atau kamis adalah hari kelima), maka Jum’at adalah jumlah dari
kesemuanya. 

Menurut sebagian riwayat kata Jum’at diambil dari kata jama’a yang artinya berkumpul. Yaitu
hari perjumpaan atau hari bertemunya Nabi Adam dan Siti Hawa di Jabal Rahmah. Kata Jum’at
juga bisa diartikan sebagai waktu berkumpulnya umat muslim untuk melaksanakan kebaikan –
shalat Jum’at.

Salah satu bukti keistimewaan hari Jum’at adalah disyariatkannya sholat Jum’at. Yaitu shalat
dhuhur berjamaah pada hari Jum’at. Jum’atan. Bahkan mandinya hari Jum’at pun
mengandung unsur ibadah, karena hukumnya sunnah. 

Dalam Al-Hawi Kabir karya al-Mawardi, Imam Syafi’i menjelaskan sunnahnya mandi pada hari
Jum’at. Meskipun sholat Jum’at dilaksanakan pada waktu sholat dhuhur, namun mandi
Jum’at boleh dilakukan semenjak dini hari, setelah terbit fajar. Salah satu hadits menerangkan
bahwa siapa yang mandi pada hari Jum’at dan mendengarkan khutbah Jum’at, maka Allah
akan mengampuni dosa di antara dua Jum’at. 

Oleh karena itu, sebaiknya kita selalu menyertakan niat setiap mandi di pagi hari Jum’at. Karena
hal itu akan memberikan nilai ibadah pada mandi kita. Inilah yang membedakan mandi di pagi hari
Jum’at dengan mandi- mandi yang lain. 

Empat Puluh Orang: Shalat Jum’at -Jum’atan- bisa dianggap sebagai muktamar mingguan –
mu’tamar usbu’iy yang mempunyai nilai kemasyarakatan sangat tinggi. Karena pada hari
Jum’at inilah umat muslim dalam satu daerah tertentu dipertemukan.

Mereka dapat saling berjumpa, bersilaturrahim, bertegur sapa, saling menjalin keakraban. Dalam
kehidupan desa Jum’atan dapat dijadikan sebagai wahana anjangsana. Mereka yang mukim di
daerah barat bisa bertemu dengan kelompok timur dan sebagainya.

Begitu pula dalam lingkup perkotaan, Jum’atan ternyata mampu menjalin kebersamaan antar
karyawan. Mereka yang setiap harinya sibuk bekerja di lantai enam, bisa bertemu sesama
karyawan yang hari-harinya bekerja di lantai tiga dan seterusnya. 

Kebersamaan dan silaturrahim ini tentunya sulit terjadi jikalau Jum’atan boleh dilakukan seorang
diri seperti pendapat Ibnu Hazm, atau cukup dengan dua orang saja seperti qaul- nya Imam
Nakho’i, atau pendapat Imam Hanafi yang memperbolehkan Jum’atan dengan tiga orang saja
berikut Imamnya. 

Oleh sebab itu menurut Imam Syafi’i Jum’atan bisa dianggap sah jika diikuti oleh empat puluh
orang lelaki. Dengan kata lain, penentuan empat puluh lelaki sebagai syarat sah sholat Jum’at
oleh Imam Syafi’i memiliki faedah yang luar bisa. 

Hal ini membuktikan betapa epistemologi aswaja -ahlussunnah wal jama’ah- yang dipraktikkan
oleh Imam Syafi’i selalu mendahulukan kepentingan bersama. Kebersamaan dan persatuan umat
dalam pola pikir aswaja -ahlussunnah wal jama’ah- adalah hal yang sangat penting. Tidak hanya
dalam ranah aqidah dan politik saja, tetapi juga dalam konteks ibadah. 

Wassalamu'alaikum.wr.wb

0 komentar:

Post a Comment

Next Prev
▲Top▲