Aplikasi Metode Role Playing dalam Pembelajaran Tata Cara Mengurus
Jenazah
1.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan Islam sebagai bagian tak terpisahkan dari mata rantai
pendidikan global mempunyai ciri khas kurikulum tersendiri. Salah satu ciri
khas dari kurikulum pendidikan Islam adalah unsur sosial atau kemasyarakatan.
Dengan demikian hendaknya sebuah pendidikan Islam berupaya membekali seorang
peserta didik dengan kecakapan sosial yang akan membantunya untuk beradaptasi
dengan situasi sosial dalam masyarakat di mana dia berada sekaligus
melestarikan dan mewarnainya demi terciptanya masyarakat yang mempunyai basis Islamic
civilization. Pendidikan Islam
bisa menjadi media terbentuknya Islamic civilization jika mempunyai
dimensi adaptif dan dialogis dengan tuntutan masyarakat dan sistem sosial yang
ada, selaras dengan fitrah manusia baik dari segi psikis, fisik, sosial dan
budaya serta mengantarkan peserta didik kepada realitas kehidupan masyarakat
yang ada.
Menurut kalangan fungsionalis kontak sosial antar individu dalam
masyarakat adalah suatu sistem yang akan selalu mencari keseimbangan (ekuilibrium)
dalam kaitannya dengan hajat hidup mereka baik dalam hal agama, politik,
keluarga, dan pendidikan. Keseimbangan dalam
suatu masyarakat akan tercipta jika masing-masing elemen dalam masyarakat
menjalankan fungsinya yang berujung pada terciptanya suatu budaya karena
mustahil suatu budaya akan tercipta dalam masyarakat seumpama fungsi dari
elemen masyarakat tersebut tidak berjalan. Dalam menganalisa
aktivitas individu dalam menjalankan fungsinya di masyarakat, kalangan
fungsionalis menggunakan teori fungsionalisme yang bertujuan untuk menerangkan
aktivitas-aktivitas dalam suatu sistem sosial dengan semua proses-prosesnya (pattern
variables).
Berdasar konteks ciri pendidikan Islam serta pola keseimbangan masyarakat
di atas, maka pendidikan Islam mengemban misi untuk membumikan ajaran Islam
tidak hanya dari aspek individu, namun juga aspek sosial. Terbentuknya peserta
didik yang mempunyai kesadaran sebagai individu serta sebagai anggota
masyarakat Islam akan merealisasikan tujuan pendidikan Islam yakni perubahan
masyarakat. Oleh karena itu
pendidikan Islam diharapkan dapat menjadi tempat seorang peserta didik
berkembang secara individu sekaligus sebagai tempat enkulturasi yakni tempat
pembudayaan bagi peserta didik untuk menyiapkan diri bersosialisasi.
Kenyataannya, menjalankan misi tersebut bukanlah perkara mudah. Hal ini
karena materi agama yang dapat menimbulkan afeksi, umumnya disampaikan dalam
bentuk verbal yang juga disertai rate memorizing. Akibatnya, materi
pelajaran agama hanya untuk dihafalkan agar lulus ujian tetapi tidak diinternalisasikan
dan dipraktikkan sehingga menjadi bagian tak terpisahkan dalam diri setiap
peserta didik. Kenyataan ini semakin diperparah dengan kecenderungan dalam
masyarakat luas, di mana terdapat diskrepansi yang cukup mencolok antara
keimanan dan ketaatan formal dalam ibadah keagamaan dengan perilaku sosial. Pembelajaran materi
agama yang sebagian besar berupa hafalan menjadi materi yang lebih cenderung ke
ranah afektif melalui teori praktis dan aplikatif memang sudah waktunya
dilakukan demi internalisasi materi tersebut kepada anak didik.
Salah satu ibadah yang mengandung nilai sosial kemasyarakatan dan menuntut
penekanan aspek afeksi dan praktik adalah mengurus jenazah (tajhiz al-mayyit).
Mengurus jenazah (tajhiz al-mayyit) dalam Islam adalah ibadah yang hukumnya
adalah fardhu kifayah. Fardhu kifayah dapat dipandang sebagai ibadah yang
mengandung nilai sosial nan tinggi karena ada unsur ketergantungan serta kebersamaan
antar satu muslim dan yang lainnya.
Tata cara mengurus jenazah (tajhiz al-mayyit) ádalah salah satu kompetensi
dasar dalam pelajaran Fiqih yang mempunyai keunikan tersendiri. Hal ini karena
kompetensi ini memerlukan pemahaman yang dapat diperdalam dengan praktik.
Pemberian pemahaman ini secara teoritis diberikan dengan interaksionalisme
simbolik yang bertujuan untuk memberikan pedoman umum terhadap individu tentang
bagaimana seseorang berperilaku dalam suatu aktivitas sosial. Karenanya, guru
dalam rangka internalisasi materi ini menggunakan beberapa metode pembelajaran
yang termasuk dalam kategori model pembelajaran sosial (sosial interaction
model) yang salah satunya adalah role playing.
Fakta di lapangan menunjukkan, hasil penerapan melalui metode ini
ternyata kurang memenuhi harapan. Pada tataran praktik sebagian anak tampak
masih kelihatan segan untuk terlibat total dan dengan serius menghayati peran
yang ia jalani. Perasaan takut jelas terbayang di raut wajah mereka meskipun
proses pembelajaran telah didramatisir sedemikian rupa. Babak demi babak dalam
bermain peran tersebut sering tidak berjalan sesuai dengan skenario yang ada.
Madrasah Tsanawiyah Dar el-Shofwah merupakan salah satu lembaga
pendidikan yang di dalamnya menggunakan metode role playing pada salah satu
kompetensi dasar dalam pelajaran Fiqih, yakni materi tata cara mengurus jenazah
(tajhiz al-mayyit).
Atas dasar itulah, peneliti tertarik untuk melihat bagaimana aplikasi
metode role playing di MTs. Dar el-Shofwah, Pebayuran, Bekasi. Dengan ini,
peneliti mengambil judul: ”Aplikasi Metode Role Playing dalam Pembelajaran Tata
Cara Mengurus Jenazah (Studi Kualitatif Naturalistik pada Pembelajaran Tata
Cara Mengurus Jenazah di MTs. Dar el-Shofwah, Pebayuran, Bekasi).
2.
Fokus Permasalahan
Penelitian ini difokuskan pada Aplikasi Metode Role Playing dalam
Pembelajaran Tata Cara Mengurus Jenazah.
Berdasarkan fokus permasalahan di atas, peneliti merumuskan masalah dalam
penelitian sebagai berikut :
a.
Mengapa metode
pembelajaran role playing diterapkan dalam proses pembelajaran tata cara
mengurus jenazah (tajhiz al-mayyit) di MTs. Dar el-Shofwah, Pebayuran, Bekasi?
b.
Bagaimana proses
aplikasi metode role playing dalam pembelajaran tata cara mengurus jenazah di
MTs. Dar el-Shofwah, Pebayuran, Bekasi?
c.
Apa kelebihan dan
kekurangan proses aplikasi metode role playing dalam tata cara mengurus jenazah
(tajhiz al-mayyit) pada peserta didik di MTs. Dar el-Shofwah, Pebayuran, Bekasi?
3.
Tujuan Penelitian
a.
Untuk mengetahui
proses aplikasi metode role playing dalam pembelajaran tata cara mengurus
jenazah di MTs. Dar el-Shofwah, Pebayuran, Bekasi?
b.
Untuk mengetahui
kelebihan dan kekurangan proses aplikasi metode role playing dalam tata cara
mengurus jenazah (tajhiz al-mayyit) pada peserta didik di MTs. Dar el-Shofwah,
Pebayuran, Bekasi?
4.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna baik secara teoritis maupun praktis, yaitu:
a.
Kegunaan Teoritis
1)
Diharapkan hasil
penelitian pembelajaran tata cara mengurus jenazah (tajhiz al-mayyit)
dengan metode role playing menumbuhkan kesadaran rasa tolong-menolong
dan jiwa sosial pada anak didik.
2)
Menambah konsep dan
metode baru dalam pembelajaran ilmu Fiqih.
3)
Memperkaya kajian
ilmu Fiqih utamanya yanag berhubungan dengan pembelajaran tata cara mengurus
jenazah (tajhiz al-mayyit).
b.
Kegunaan Praktis
1)
Menanamkan pemahaman
yang mendalam kepada peserta didik tentang tata cara mengurus jenazah (tajhiz
al-mayyit) dengan mempraktikkan materi secara langsung.
2)
Menerapkan metode
pembelajaran kontemporer dalam pembelajaran pelajaran agama/Fiqih.
3)
Hasil penelitian ini
dapat digunakan sebagai salah satu rujukan bagi para guru Fiqih dalam upaya
internalisasi materi Fiqih khususnya tata cara mengurus jenazah dengan metode pembelajaran
kontemporer.
5.
Kerangka Teori
a. Hakikat Tata Cara Mengurus Jenazah (Tajhiz al-mayyit)
1) Pengertian Pengurusan Jenazah
Pengurusan jenazah adalah perbuatan-perbuatan
seorang muslim terhadap seorang muslim lain yang meninggal yang meliputi
memandikan, menyalati, mengafani dan memandikan yang mana hukumnya adalah
fardhu kifayah. Adapun biaya mengafani sampai kepada
proses penguburannya diambilkan dari harta yang meninggal. Namun jika tidak ada
maka diambilkan dari orang yang berkewajiban untuk menafkahinya semasa dia
hidup. Namun jika tidak ada, maka diambilkan dari bayt al-mal dan bila hal ini
juga tidak memungkinkan maka menjadi tanggung jawab orang Islam seluruhnya.
2) Memandikan Jenazah
a) Hukum
memandikan jenazah
Hukum
memandikan jenazah orang yang beragama Islam adalah wajib dan pelaksanaannya
adalah fard} kifa>yah, dalam artian jika sebagian orang telah melakukannya
maka kewajiban tersebut gugur dari orang Islam yang lain.
b) Syarat-syarat
orang memandikan jenazah
Orang yang
diperbolehkan untuk memandikan jenazah adalah orang-orang yang telah memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
1. Islam,
berakal dan baligh
2. Niat
memandikan jenazah
3. Bisa
dipercaya (merahasiakan aib dan cacat tubuh jenazah)
4. Mengetahui
tata cara memandikan jenazah.
c) Orang
yang utama untuk memandikan jenazah
Orang yang
lebih utama untuk memandikan jenazah berbeda antara jenazah laki-laki dan
perempuan.
1. Jenazah
laki-laki
Orang yang
utama untuk memandikan jenazah laki-laki urutannya adalah sebagai berikut :
a. Orang
yang mendapat wasiat untuk memandikan.
b. Bapak,
kakek, kerabat dekat dan mah}ram laki-laki dan istri yang meninggal.
Diperbolehkannya
seorang istri memandikan jenazah suaminya ini adalah berdasarkan hadits Nabi
SAW yang diriwayatkan oleh Aisyah ra yaitu:
لو مت قبلى فقمت عليك فغسلتك وكفنتك وصليت عليك ودفنتك
(رواه ابن ماجه)
“Apabila engkau meninggal sebelumku, niscaya aku akan
memandikanmu dan mengkafanimu, menyalatimu serta menguburkanmu”. (H.R. Ibnu
Majah)
2. Jenazah
wanita
Orang yang
lebih utama untuk memandikan jenazah perempuan urutannya adalah sebagai berikut
:
a. Ibu,
nenek, kerabat dekat dari pihak perempuan.
Bila yang
meninggal adalah anak-anak maka baik laki-laki maupun wanita boleh
memandikannya selama jenazah usianya belum melebihi tujuh tahun.
Namun seumpama jenazah adalah laki-laki dan semua yang hidup (yang terkena
hukum wajib) adalah wanita atau sebaliknya dan tidak ada suami atau istrinya,
maka jenazah tidak boleh dimandikan tapi cukup ditayammumkan oleh salah seorang
dari mereka dengan menggunakan pelapis tangan.
d) Jenazah
yang wajib untuk dimandikan
Jenazah yang
wajib dimandikan adalah jenazah yang mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
1. Islam
2. Bayi
yang tidak keguguran
3. Ada
bagian tubuh yang dapat dimandikan
4. Tidak
orang yang mati shahid di medan perang.
Selain shahid
di medan perang ada tiga belas orang mati shahid yang wajib untuk diurus
sebagaimana biasa.
Namun apabila tidak tersedia air, maka jenazah tersebut cukup ditayammumkan.
e) Tata
cara merawat jenazah orang yang mati shahid
Orang yang mati
shahid jenazahnya tidak boleh dimandikan namun cukup dikafani dengan
pakaiannya. Apabila pakaian tersebut kurang maka ditambah dengan kain lain.
Sebaliknya jika pakaian yang dikenakan lebih dari apa yang disunatkan untuk
mengafani maka lebih baik jika dikurangi.
Setelah itu dikubur bersama dengan pakaian yang melekat di tubuhnya saat
meninggal.
Jenazah orang
yang mati shahid juga dishalati dan apabila memungkinkan dikuburkan di tempat
di mana dia terbunuh. Hal ini berdasarkan sebuah hadith yang diriwayatkan oleh
sahabat Jabir ra yaitu:
Diriwayatkan
dari sahabat Jabir ra bahwasannya Rasulullah SAW memerintahkan mengubur para
sahabat yang mati shahid di perang Uhud dengan darah-darah mereka tanpa
dimandikan dan disalati (H. R. al-Bukhari dan Muslim)
f) Tata
cara memandikan jenazah
Tata cara
memandikan jenazah adalah sebagaimana berikut :
1. Meletakkan
jenazah di tempat yang tinggi dengan kepala lebih tinggi dari tubuhnya agar air
tidak masuk ke lobang tubuh.
Sebaiknya orang yang memandikan mendudukkan jenazah dan menyandarkan punggung
jenazah di lutut kanannya.
2. Memandikan
jenazah pada tempat yang tertutup dan disunatkan beratap serta menutupi
auratnya.
3. Memakai
sarung tangan untuk membersihkan jenazah dari segala kotoran. Memakai sarung
tangan hukumnya adalah wajib ketika menyentuh aurat jenazah dan sunat ketika
menyentuh selainnya.
4. Mengganti
sarung tangan dengan yang baru dan mengeluarkan kotoran dari dalam tubuh
jenazah dengan menekan perutnya pelan-pelan. Penekanan terhadap perut ini
dilakukan sampai benar-benar bersih dan disunatkan dilakukan dalam hitungan
ganjil seperti tiga atau tujuh kali. Namun hal ini tidak dilakukan apabila
jenazah adalah wanita hamil.
5. Memasukkan
dua jari tangan yang sudah dibalut dengan kain basah ke dalam mulut untuk
membersihkan gigi dan hidungnya tanpa memasukkan air ke dalamnya. Namun apabila
perlu memasukkan air maka kepala jenazah dimiringkan.
7. Menyiramkan
air ke sekujur tubuh jenazah mulai rambut sampai ujung kaki dengan dimulai
bagian tubuh sebelah kanan dimulai dari kulit lehernya seraya membersihkan
rambut, jenggot dan kumisnya. Jika jenazah perempuan maka rambutnya diuraikan
dahulu kemudian dimandikan dan disanggulkan kembali tiga sanggulan.
8. Menggunakan
air sabun untuk memandikannya serta menggunakan wewangian saat memandikannya
yang terakhir kali.
9. Memandikan
jenazah dengan lembut untuk memuliakannya.
10. Memandikan
jenazah yang wajib adalah yang pertama kali, namun sunat untuk mengulanginya
dalam bilangan ganjil.
11. Membersihkan
dan memandikan kembali jenazah jika terkena najis kembali sampai tujuh kali.
Apabila jenazah sudah diletakkan di atas kafan maka cukup dibuang najisnya
saja.
12. Mengeringkan
jenazah dan memberinya wewangian (jika yang meninggal bukan muhrim) terutama di
bagian sujudnya serta kapur barus.
13. Menyiapkan
hal-hal yang dibutuhkan sebelum memandikan agar tidak terganggu pelaksanaan
memandikan jenazah.
14. Mandi.
3) Mengafani Jenazah
Mengafani jenazah orang Islam yang tidak mati shahid dalam peperangan
hukumnya adalah fardhu kifayah, yaitu jika sebagian orang melakukannya maka
gugurlah kewajiban tersebut bagi orang Islam lainnya.
4) Menyhalati Jenazah
a)
Pengertian Shalat Jenazah
Shalat jenazah adalah shalat yang dilakukan untuk jenazah baik berada di
tempat maupun yang ada di kejauhan yang lazim disebut shalat ghaib dengan tanpa
ruku’, sujud, duduk tashahud.
b)
Hukum Shalat Jenazah
Menurut ijma’ ulama shalat jenazah hukumnya adalah fardhu kifayah.
c)
Orang Yang Utama untuk Menyhalatkan Jenazah
Orang yang paling utama untuk menyhalati jenazah adalah orang yang mendapat
wasiat selama dia tidak fasik dan ahli bid’ah. Selanjutnya adalah ulama atau
pemimpin terkemuka di tempat tersebut, orang tua ke atas, anak ke bawah serta
sanak kerabat dan kaum muslimin seluruhnya.
d)
Bilangan Takbir Shalat Jenazah
Bilangan takbir shalat jenazah adalah dengan empat kali takbir dan sekali
salam.
e)
Tempat Berdiri Imam
Dalam pelaksanaan shalat jenazah posisi imam berbeda-beda sesuai dengan
keadaan jenazah. Perbedaan tersebut adalah:
1.
Apabila jenazah laki-laki maka posisi imam berada tepat di dekat kepala jenazah;
2.
Apabila
perempuan, imam berada di tengah badan jenazah
3.
Apabila jenazah yang disalati jumlahnya banyak dan terdiri dari laki-laki
dan perempuan, maka posisi imam berada di depan kepala jenazah. Jenazah
laki-laki diletakkan di depan kemudian diikuti oleh jenazah perempuan. Selain
itu juga diperbolehkan untuk menyalati jenazah tersebut satu-persatu secara
bergiliran.
Posisi imam shalat jenazah yang berbeda-beda ini juga berlaku bagi orang
yang shalat jenazah sendirian.
f)
Pengaturan Shaf dalam Shalat Jenazah
Pembagian shaf dalam shalat jenazah hendaknya dibariskan menjadi tiga
baris. Begitu juga apabila yang menyalati jumlahnya hanya tiga orang maka imam
berdiri di shaf pertama, makmum pertama berada di shaf kedua dan makmum ketiga
berada di shaf ketiga.
g)
Tata Cara Shalat Jenazah
Shalat jenazah dilakukan sebagaimana berikut:
1.
Niat;
2.
Takbir pertama dengan mengangkat tangan dan membaca surah al- Fatihah;
3.
Takbir kedua dengan mengangkat tangan dan membaca bacaan shalawat;
4.
Takbir ketiga mengangkat tangan dan membaca doa;
5.
Takbir keempat dengan mengangkat tangan dan membaca doa;
6.
Membaca salam sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.
5) Menguburkan Jenazah
Sebelum menguburkan jenazah tata cara yang juga perlu untuk diperhatikan
adalah bagaimana mengusung jenazah tersebut.
a)
Tata cara mengusung jenazah
Tata cara mengusung jenazah secara ringkas dapat dijelaskan sebagaimana
berikut:
1.
Menyegerakan penguburan jenazah;
2.
Mengiringinya sampai ke kuburan sampai selesai ditimbun dan kemudian
mendoakannya;
3.
Mengiringi jenazah dengan berjalan kaki. Adapun mengiring jenazah bagi
perempuan hukumnya adalah makruh;
4.
Berjalan mengiringi jenazah di sebelah kiri kanan, depan dan belakang serta
dekat kepala dan tidak berkendaraan kecuali darurat
5.
Bergantian memikul jenazah. Cara yang disunahkan dalam memikul jenazah
adalah dengan memikul ke empat sudutnya yang dimulai dengan sisi kanan depan
kemudian pindah ke kiri kemudian sisi kanan bagian belakang dan terakhir sisi
kiri bagian belakang.
6.
Tidak melakukan hal-hal yang dimakruhkan seperti: membakar dupa, membawa
kendi, karangan bunga, menaburkan bunga sepanjang jalan yang dilalui, berzikir
dengan suara keras serta memukul alat-alat musik.
7.
Bersikap khushu’ dan mengambil i’tibar
8.
Sebaiknya tidak duduk dahulu sebelum jenazah diletakkan di tanah, namun
bagi orang yang sudah datang terlebih dahulu diperkenankan duduk tapi kemudian berdiri
ketika jenazah datang dan duduk kembali setelah jenazah diletakkan di atas
tanah.
b)
Tata cara menguburkan jenazah
1.
Menggali kuburan berukuran dua meter (tergantung ukuran tubuh jenazah) dengan
kedalaman sekitar 150 cm;
2.
Disunatkan membuat liang lahat yaitu menggali lubang di dasar kuburan yang
menjorok ke kiblat yang seukuran tubuh jenazah atau lubang seukuran tubuh
jenazah di dasar galian dan persis di tengahnya;
3.
Menguburkan jenazah di pemakaman Islam utamanya di pemakaman yang banyak
kuburannya orang-orang saleh;
4.
Memasukkan jenazah dari arah kaki dan menutupi dengan kain untuk jenazah
perempuan;
5.
Bagi jenazah perempuan yang memasukkan ke kuburan adalah mahramnya dan
apabila tidak ada maka orang-orang yang sudah tua. Adapun orang yang menyambut
jenazah di dalam kubur diutamakan orang laki-laki yang urutan keutamannya
adalah seperti orang yang berhak menjadi imam dalam shalat;
6.
Meletakkan jenazah miring ke kanan dengan muka menghadap kiblat sambil
merapatkannya ke dinding dan memberi bantalan di belakangnya dengan gumpalan
tanah sambil membaca doa;
7.
Melepaskan ikatan di bagian kepala dan kaki jenazah;
8.
Meletakkan pipi sebelah kanan jenazah sampai menyentuh tanah;
9.
Setelah meletakkan jenazah di liang lahat, jenazah kemudian ditutup dengan
penutup seperti batu bata atau papan sebelum menimbunnya. Selain itu dianjurkan
juga melapisi penutup dengan ranting-ranting kayu atau yang lainnya supaya
timbunan tanah tidak langsung mengenai penutup;
10. Disunatkan sebelum menimbun dengan tanah untuk
memasukkan tiga genggam tanah dari arah kepala;
11. Hendaknya orang yang memasukkan jenazah ke
kuburan adalah orang yang malam harinya tidak menggauli istrinya walaupun dia
sudah bersuci;
12. Meninggikan
kuburan dengan batu bata dan membentuknya membundar.
b. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu kegiatan dalam
proses belajar mengajar yang menjadi satu komponen yang satu sama lain saling
berkaitan dan saling berinteraksi untuk mencapai satu hasil yang diharapkan
secara optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan pengertian di atas, maka ada
tiga hal penting yang menjadi karakteristik suatu pembelajaran, yaitu:
1)
Setiap pembelajaran
pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai.
2)
Suatu pembelajaran
selalu mengandung proses dan proses adalah serangkaian kegiatan yang diarahkan
untuk mencapai tujuan.
3)
Memilih prosedur
serta teknik yang tepat dan efektif.
4)
Menetapkan kriteria-kriteria
keberhasilan sehingga guru mempunyai pegangan untuk menetapkan sejauh mana
keberhasilan tugas-tugas yang telah diselesaikannya.
c. Metode Pembelajaran Role Playing
1)
Pengertian Role
Playing
Role playing termasuk bagian dari metode pembelajaran simulasi sosial.
Simulasi berasal dari bahasa Inggris simulate yang artinya berpura-pura atau
berbuat seakan-akan. Dengan demikian metode pembelajaran simulasi adalah cara
penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan untuk memahami
konsep, prinsip dan keterampilan tertentu. Salah satu jenis pembelajaran
simulasi sosial adalah role playng.
Role playing adalah model pembelajaran yang berasal dari para
psikodramatis yang salah satu tokoh utamanya adalah Moreno. Role sendiri
didefinisikan sebagai: a patterned sequenced of feeling, words and action
yaitu keteraturan pola antara perasaan, kata-kata dan tingkah laku. Metode ini dapat
diartikan sebagai pembelajaran yang mengeksplorasi rangkaian hubungan antar
manusia baik berupa perasaan, nilai, tingkah laku dalam situasi yang peserta
didik jalani serta mendiskusikan tindakan-tindakan tersebut. Metode
pembelajaran role playing bisa dipraktikkan di berbagai macam proses
pembelajaran mulai permasalahan yang membutuhkan eksplorasi gerak, bicara,
mimik sampai permasalahan yang hanya membutuhkan peragaan lisan / bahasa.
2)
Landasan Filosofis Role
Playing
Metode ini dapat dikategorikan sebagai bagian dari pembelajaran inquiry.
Pembelajaran ini mengajak peserta didik untuk menemukan berbagai jawaban
semisal; ”Apa sebab musabab dari masalah ini?", “Apa jalan keluarnya?”,
“Mana yang dipilih?”, “Siapa yang benar?”, dan lain sebagainya.
Penggunaan metode role playing dalam pembelajaran berarti
memasukkan pembelajaran ke dalam suatu permainan. Permainan dalam pembelajaran
menjadi perilaku yang diamati. Permainan sebagai
suatu prilaku yang diamati berdasarkan tiga tahap permainan Piaget fungsional,
simbolik dan permainan yang mempunyai aturan.
3)
Tujuan Metode
Pembelajaran Role Playing
Metode pembelajaran role playing pada praktiknya adalah merubah
pemahaman anak terhadap sesuatu menjadi bentuk prilaku. Meskipun metode
pembelajaran ini menuntut tindakan-tindakan nyata dari peserta didik, namun
sebenarnya pembelajaran ini tidak hanya terfokus untuk mengajari peserta didik
bagaimana berprilaku tetapi mengajak peserta didik untuk menemukan jalan keluar
atas sebuah masalah serta mencari pilihan solusi lainnya.
4)
Kelebihan dan
Kekurangan Metode Role Playing
Sebagai suatu metode pembelajaran maka role playing memiliki
beberapa kelebihan antara lain adalah:
a)
Memberikan kesempatan
kepada anak didik untuk berlatih kemampuan verbal dengan mempraktikkan apa yang
telah mereka pelajari.
b)
Mempelajari perasaan
baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat terhadap sebuah peristiwa yang
terjadi dalam sebuah tatanan sosial.
c)
Belajar memberikan
pandangan terhadap suatu tingkah laku dan nilai utamanya yang berkenaan dengan
hubungan antar manusia.
d)
Mengembangkan
keberanian dan percaya diri peserta didik dalam membuat keputusan dan
memecahkan masalah.
e)
Meningkatkan gairah
peserta didik dalam pembelajaran.
f)
Memberikan metode
pembelajaran baru yang dinamis.
Di samping mempunyai beberapa kelebihan pembelajaran dengan metode ini
juga mempunyai beberapa kekurangan yaitu :
a)
Pengalaman
pembelajaran yang dicapai terkadang tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
b)
Apabila pengelolaan
kelas kurang baik maka metode ini sering menjadi hiburan sehingga tujuan
pembelajaran tidak tercapai
c)
Memakan banyak waktu.
d)
Faktor psikilogis
seperti takut dan malu sering mempengaruhi peserta didik dalam menjalankan
peran mereka.
5)
Hal-hal yang Perlu
Diperhatikan dalam Pembelajaran Role Playing
Pembelajaran dengan metode role playing akan memberikan pengalaman lebih
kepada anak didik karena peserta didik akan mengalami sendiri apa yang menjadi
materi pembelajaran. Oleh karena itu agar pembelajaran tepat sasaran, maka ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh seorang guru dalam penerapan metode
tersebut. Hal-hal tersebut antara lain adalah:
a)
Apabila menginginkan
respon, tindakan dan pemecahan masalah yang berbeda maka guru bisa menyuruh
lebih dari satu kelompok dalam satu kesempatan untuk mempraktikkan satu materi
pembelajaran (triple role playing).
b)
Apabila seorang guru
telah mengenal situasi kelas dengan baik akan lebih baik untuk menunjuk peserta
didik dengan sukarela.
c)
Untuk topik-topik
yang sensitif atau dianggap tabu adalah lebih baik seandainya seorang guru
mengatur keadaan kelas sehingga peserta didik yang terlibat tidak akan mendapat
reaksi yang terjadi seandainya peristiwa tersebut terjadi pada masyarakat
kebanyakan.
d)
Dalam materi tertentu
seorang guru bisa meminta peserta didik untuk memerankan hal tersebut secara
bergantian
e)
Supaya semua peserta
didik terlibat aktif dalam penerapan metode tersebut, maka guru bisa menugaskan
peserta didik yang tidak terlibat untuk mengamati hal-hal tertentu.
f)
Role playing biasanya
akan berhenti dengan sendirinya, namun akan lebih baik jika guru membatasi
waktu.
g)
Diskusi sebaiknya
dilakukan setelah semua peserta didik menjalankan tugasnya dalam penerapan
metode tersebut.
h)
Guru bisa memerintahkan
kembali beberapa peserta didik untuk mengulangi adegan-adegan penting untuk
didiskusikan.
6)
Jenis-jenis Metode Role
Playing
Pembagian metode pembelajaran role playing secara garis besar terdiri
dari dua hal. Berdasarkan pada skenario yang akan dimainkan maka Walter
Cunningham menyatakan bahwa role playing terbagi menjadi empat, yakni:
a)
Role playing
terstruktur (structured role playing); Yaitu role playing yang mana
permasalahan, tindakan-tindakan yang akan terjadi bahkan ucapan yang
disampaikan telah disusun atau terskenario dengan baik.
b)
Role playing semi
terstruktur (semi structured role playing); Adalah bermain peran yang
mana apa yang tercakup dalam materi pembelajaran telah tersusun atau
terskenario dengan baik. Namun dalam prosesnya peserta didik masih diberikan
kesempatan untuk bertindak dan bereaksi sesuai dengan apa yang mereka hadapi.
c)
Role playing dengan
data (data presentation skits); Adalah bermain peran yang mana seorang
guru memberikan keterangan seputar permasalahan dalam pembelajaran serta
peristiwa yang peserta didik akan hadapi.
d)
Role playing spontan
(spontaneously role playing); Yaitu bermain peran yang mana guru
memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk berekspresi, bersikap serta
bereaksi atas permasalahan yanag mereka hadapi tanpa campur tangan dari guru
sedikitpun.
Sedangkan dalam tataran pelaksanaan maka Mal Silberman membagi role
playing menjadi tiga bagian, yaitu:
a)
Non threatening role
playing.
Dalam jenis role playing ini seorang guru melibatkan dirinya dalam
permainan peran dan menjadi figur penting dalam peragaan yang diinginkan.
b)
Triple role playing.
Secara garis besar dalam metode pembelajaran role playing jenis ini guru
memberikan tugas kepada peserta didik untuk memeragakan peranan tertentu. Namun
sebelum hal tersebut guru sudah membagi mereka menjadi beberapa kelompok
(sebaiknya tiga kelompok). Beberapa kelompok tersebut memeragakan suatu
peristiwa yang sama dalam waktu yang berurutan. Tujuan dari role playing jenis
ini adalah untuk menghasilkan respon serta solusi yang berbeda tehadap suatu
permasalahan yang sama.
c)
Rotating roles
Pada jenis yang ketiga ini guru menunjuk peserta didik memerankan
figur-figur tertentu dalam situasi yang telah ditentukan. Namun di
tengah-tengah enactment para pemain bertukar peran dengan pemain yang lain.
Tujuan dari role playing jenis ini adalah untuk mengetahui watak dan bakat
peserta didik melalui pergantian berbagai peran yang mereka peragakan.
7)
Langkah-langkah
Penerapan Metode Role Playing
Selanjutnya Shaftel and Shaftel menyarankan adanya Sembilan sintaks,
yaitu:
a)
Persiapan;
Mengidentifikasi dan memperkenalkan permasalahan yang akan diperagakan (pokok
permasalahan).
b)
Memilih pemeran;
Mengidentifikasi peran-peran yang ada dan memilih peserta didik yang akan
berperan.
c)
Mengatur peran;
Menjelaskan alur cerita.
d)
Menyiapkan pengamat;
Memberikan tugas dan materi pengamatan
e)
Peragaan; Memulai dan
mengawal peragaan.
f)
Diskusi dan evaluasi;
Mengulas pokok-pokok peragaan yang telah ditampilkan.
g)
Peragaan ulang;
Mengulangi peragaan, menjelaskan dan memberi solusi tindakan.
h)
Diskusi dan evaluasi;
Sama dengan sintaks enam
i)
Berbagi pengalaman
dan kesimpulan; Mengaitkan masalah dengan kehidupan nyata dan menyimpulkan.
8)
Penggunaan Role
Cards dalam Role Playing
Untuk memberikan gambaran kepada peserta didik seputar peristiwa yang
akan diperagakan maka guru bisa menggunakan role cards yaitu kartu yang berisi
skenario dari pemeran. Penggunaan role cards in cocok untuk role playing
jenis terstruktur dan semi terstruktur. Role cards dibuat
dari potongan kertas yang di dalamnya berisi peranan dan skenario yang akan
dijalankan oleh seorang peserta didik yang menjadi peraga. Untuk menentukan
peran maka guru bisa mengacak kartu tersebut sehingga nanti peserta didik akan
mendapatkan peranan sesuai dengan isi kartu skenario yang diambil.
9)
Aplikasi Role
Playing dalam Pembelajaran Tata Cara Mengurus Jenazah
Sebagai mahkluk sosial manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa pertolongan
orang lain. Islam sendiri menganjurkan umatnya untuk mempunyai sikap suka
menolong didasarkan atas kebaikan dan taqwa. Oleh karena itu
peserta didik harus dibiasakan untuk saling bekerjasama, mendengardan merasakan
apa yang dirasakan oleh orang lain selama proses pembelajaran.
Salah satu ibadah dalam Islam yang membutuhkan rasa kebersamaan dan
tolong-menolong adalah mengurus jenazah (tajhiz al-mayyit). Hal ini
karena mengurus jenazah dalam segi praktiknya tidak bisa dilakukan oleh satu
orang dan hukumnya juga fardhu kifayah. Mengurus jenazah terdiri dari empat hal
yakni; memandikan, mengkafani, menshalati dan menguburkan.
Namun dalam kenyataannya tata cara mengurus jenazah tidak bisa dipahami
dengan maksimal oleh anak didik. Pemahaman yang tidak maksimal ini karena
mereka terpaku pada pemahaman tapi kaku dan canggung dalam mempraktikkannya.
Oleh karena itu perlu proses internaliasi tata cara mengurus jenazah (tajhiz
al-mayyit) melalui metode yang lebih efektif yang mendorong peserta didik
mempraktikkan pemahaman mereka terhadap konsep tata cara mengurus jenazah di
tengah lingkungan sosialnya.
Dalam dunia pendidikan ditemukan banyak metode pembelajaran yang
mendorong timbulnya rasa bekerjasama dan bermasyarakat. Model-model
pembelajaran ini dikenal dengan istilah model pembelajaran sosial (social
interaction model). Salah satu model pembelajaran yang termasuk dalam
kategori ini adalah metode pembelajaran bermain peran atau role playing.
6.
Metodologi Penelitian
a.
Tempat
dan Waktu Penelitian
Tempat Penelitian ini dilakukan di MTs.
Dar el-Shofwah Pebayuran Bekasi. Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan.
b. Metode Penelitian
Berdasarkan Rumusan Masalah dan tujuan
penelitian, maka penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena dianggap
dapat memberikan rincian yang komplek tentang fenomena yang sulit diungkap oleh
metode kuantitatif.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian
ini bersifat deskriptif (Descriptive reseach) rancangan penelitian deskriptif
berkaitan dengan pengumpulan data untuk memberikan gambaran atau penegasan
suatu konsep atau gejala, juga menjawab pertanyaan-pertanyaan status subyek
penelitian pada saat ini, misalnya sikap atau pendapat terhadap individu,
organisasi dan sebagainya.
c. Data dan Sumber Data
1)
Data
Data dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang berwujud kata-kata,
yang dikumpulkan dalam beberapa cara, baik wawancara, observasi, studi
dokumentasi, dan sebagainya. Data tersebut kemudian diproses melalui
pencatatan, pengetikan, penyuntingan data, dan dianalisis tetap menggunakan kata-kata
yang disusun ke dalam teks yang diperluas.
2)
Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh[62].
Artinya dalam penelitian ini data diperoleh dari responden, yaitu orang yang
menjawab pertanyaan yang diajukan oleh pewancara, dalam hal ini adalah Kepala, Waka.
Kurikulum, Guru Mata Pelajaran, dan beberapa siswa MTs. Dar el-Shofwah.
Sumber data tertulis dalam penelitian ini diperoleh dari buku-buku yang
relevan dengan judul skripsi sebagai informasi terhadap penelitian yang
diteliti.
d.
Alat Pengumpul Data
Agar thick description didapatkan,
penelitian ini menggunakan tiga teknik pengumpulan data yang terdiri dari:
1)
Observasi
Observasi yaitu dengan melakukan teknik partisipasi (pengamatan), dengan
menggunakan indera penglihatan yang berarti tidak mengajukan
pertanyaan-pertanyaan.[63]
Di dalam buku yang lain observasi didefinisikan sebagai metode atau cara-cara
menganalisis dengan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah
laku dengan melihat, mengamati, individu, atau kelompok secara lansung. Cara
atau metode tersebut umumnya ditandai untuk pengamatan tentang apa yang
benar-benar dilakukan individu, dan membuat pencatatan secara objektif menenai
apa yang sedang diamati.[64]
Lembar observasi (pengamatan) merupakan panduan dalam melakukan penilaian
terhadap indikator-indikator dari aspek yang diamati. Indikator-indikator
tersebut sudah didaftar secara sistematis dan sudah diatur menurut kategorinya.
Bentuk lembar observasi (pengamatan) dimaksud adalah berbentuk daftar cek
dengan memberi tanda “V” pada kategori penilaian. Kategori penilaian ini merupakan
petunjuk mengenai gambaran situasi objek yang diamati (diteliti), misalnya:
jika indikator yang diamati muncul atau tampak, maka dikategorikan “ada”, dan
jika tidak muncul atau tidak tampak maka dikategorikan “tidak ada”.
Adapun objek atau sasaran yang diamati dari observasi (pengamatan)
tersebut adalah sikap/perilaku dalam aktivitas proses proses belajar yang
difokuskan pada indikator yang diamati sesuai dengan ruang lingkup penelitian.
2)
Wawancara (Interview)
Wawancara yaitu pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara
lansung oleh pewawancara (pengumpul data) dengan pedoman wawancara yang telah
dipersiapkan secara tuntas kepada responden, dan jawaban responden dicatat atau
direkam dengan alat perekam. Teknik wawancara dapat digunakan pada responden
yang buta huruf atau tidak biasa membaca dan menulis, termasuk anak-anak.
Wawancara juga dapat diartiakan sebagai
percakapan yang sistematis untuk mendapatkan informasi tentang orang lain dan
berdasarkan tujuan penyelidikan.
Daftar Pertanyaan Pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pedoman wawancara takberstruktur dan pedoman wawancara mendalam, yang
akan dikembangkan dilapangan. Untuk
mendapatkan informasi yang
lebih beragam, rinci, dan
lengkap, proses pengumpulan
data wawancara didukung
oleh catatan lapangan.
3)
Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan pengumpulan data secara tidak langsung
ditujukan kepada subjek penelitian, dokumen yang diteliti dapat berupa berbagai
macam, tidak hanya dokumen resmi saja.
Sedangkan pencatatan data dan penulisannya dilakukan dengan cara
memanfaatkan bentuk-bentuk instrumen penelitian, diantaranya: peneliti, field note, interview
write ups, mapping, photograpic, sound, serta beberapa dokumen penting pelaksanaan metode
role playing dalam pembelajaran tata cara mengurus jenazah di MTs. Dar
el-Shofwah, Pebayuran, Bekasi.
e.
Teknik Analisis Data
1)
Reduksi Data
Reduksi data adalah proses pemilihan, dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk
analisis yang menajamkan, mengolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu,
dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa, hinga ditarik
kesimpulan data dan verifikasi.
2)
Penyajian
Data
Penyajian data ialah mengumpulkan data dan informasi yang didapat guna
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Penyajian data meliputi berbagai jenis matrik, grafik, jaringan dan bagian yang
dirancang untuk menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk yang
sistematis dan di mengerti.
3)
Menarik
Kesimpulan atau Generalisasi
Menarik kesimpulan merupakan alur ketiga dari penganalisaan data
setelah data diproses dengan mereduksi dan menyajikan data, kemudian ditarik
kesimpulan. Kegiatan analisis data ini dengan
kesimpulan reduksi data dan penyajian data, agar data dan informasi yang
diperoleh dapat teruji kebenaranya.
f.
Sistematika Penyusunan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
B. Fokus
Permasalahan
C. Tujuan
Penelitian
D. Kegunaan
Penelitian
BAB II ACUAN
TEORI
A. Hakikat
Tata Cara Mengurus Jenazah (Tajhiz al-mayyit)
B. Hakikat
Pembelajaran
C. Hakikat
Metode Role Playing
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat
dan Waktu Penelitian
B. Metode
Penelitian
C. Sumber
Data
D. Alat
Pengumpulan Data
E. Teknik
Analisis Data
F. Pengecekan
Keabsahan Data
G. Tahap-Tahap
Penelitian
BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Deskripsi
Data
B. Temuan
Penelitian
C. Pembahasan
Temuan
BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Implikasi
C. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Daftar Pustaka
Selain shalat jenazah hadir
disyariatkan juga untuk shalat jenazah ghaib yang caranya sama dengan hadir
hanya saja niatnya shalat jenazah ghaib dan menghadap kiblat walaupun yang
dishalati berada di arah lain.
Para ulama berbeda pendapat
tentang arah mana yang lebih utama dalam mengiring jenazah, namun jumhur
al-ulama berpendapat bahwa yang lebih utama adalah di depannya.
Hanya saja dalam hal ini
liang lahad adalah lebih utama berdasarkan hadith Nab saw yang diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dari Ibnu Abbas RA yang artinya “Liang lahad adalah untuk
pemakaman umatku, sedangkan shiq (liang landak) adalah untuk selain umatku”.
Selain itu, disunatkan juga
untuk mengumpulkan kuburan orang yang masih satu famili untuk memudahkan
ziarah.